
Jakarta –
Ide ‘solar geoengineering’ atau menembakkan partikel stratosfer untuk mereduksi panas Mataharikadang dipanggil redupkan Matahari, dianggap membantu mengurangi pemanasan global dan perubahan iklim. Bahkan sebuah startup bernama Make Sunsets mengklaim telah mencobanya.
The Washington Post melaporkan bahwa CEO dan pendiri perusahaan, Luke Iseman, menerbangkan balon helium berisi sulfur dioksida di atas Baja California di Meksiko tahun lalu.
Tujuannya, seperti dikutip detikINET dari Futurism, balon tersebut melepaskan partikel sulfur dioksida pada titik tinggi dan memantulkan sinar matahari kembali ke angkasa. Menurut MIT, tindakan ini, meskipun berskala kecil dan tidak canggih dalam metodologinya, mungkin menandai pertama kalinya seseorang benar-benar mencoba melakukan hal semacam itu.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Make Sunsets terus berlanjut meskipun banyak kritik terhadap upaya geoengineering-nya. Para ilmuwan mengkhawatirkan dampaknya terhadap pola cuaca regional, pertanian, dan lainnya. Juga, tidak ada bukti valid bahwa teknologi ini berfungsi.
“Keadaan dunia ilmiah saat ini tidak cukup baik untuk menolak, atau menerima, apalagi menerapkannya,” kata Janos Pasztor, direktur Inisiatif Tata Kelola Iklim Carnegie, menambahkan bahwa itu adalah ide yang sangat buruk.
Terlepas dari banyak kritik, gagasan geoengineering baru-baru ini mendapatkan momentum. Pada tahun 2021, National Academy of Sciences merekomendasikan agar AS mengejar gagasan tersebut mengingat krisis iklim yang berkembang.
Singkatnya, sebagian besar ilmuwan setuju bahwa penelitian lebih lanjut perlu dilakukan sebelum kita dapat mulai mengirimkan bahan kimia dalam jumlah besar ke atmosfer untuk menangkal pemanasan matahari.
Saat ini, ada banyak alasan untuk bersikap skeptis. Misalnya, ada kekhawatiran bahwa upaya geoengineering surya dapat berdampak buruk pada seluruh wilayah di dunia, sehingga mengabaikan batas-batas geopolitik.
“Siapa bilang itu bisa dilakukan dan jika dilakukan, berapa banyak dan di mana dan di bawah perlindungan apa dan dengan siapa bertanggung jawab?” kata profesor hukum lingkungan UCLA Edward Parson.
Tonton video “Bersiaplah! Akan ada gerhana matahari langka di Indonesia”
[Gambas:Video 20detik]
(fyk/fyk)