
Jakarta –
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menargetkan 7,4 juta wisman pada 2023. Dengan target setinggi itu, memang perlu peningkatan destinasi pariwisata di Indonesia.
Sektor pariwisata memang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian negara, selain penyumbang devisa. Untuk itu, langkah terpenting yang harus dilakukan untuk mencapai target kunjungan wisman 2023 adalah memperkuat destinasi domestik.
Hal tersebut disampaikan Direktur Utama InJourney, Dony Oskaria saat menjadi pembicara dalam acara Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2023 bertema Prospek Investasi Industri Pariwisata dan Perhotelan di Tahun Politik yang diselenggarakan oleh Forwaparekraf dan HAM Jakarta.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Menurut Dony, peningkatan dan penguatan destinasi di Tanah Air merupakan salah satu cara untuk menarik wisatawan mancanegara yang ingin berlibur ke Indonesia.
“Kehadiran wisman penting agar keseimbangan pariwisata kita positif. Untuk itu destinasi domestik kita perkuat,” kata Dony di Artotel Suites Mangkuluhur, Jakarta, Rabu (18/1/2023).
InJourney di bawah Dony, juga terus mengembangkan destinasi wisata dengan tujuan meningkatkan pergerakan wisman, serta kunjungan wisman. Yang terbaru, InJourney membangun dan mengembangkan 5 destinasi wisata super prioritas dan juga kawasan Joglosemar (Jogja-Solo-Semarang).
“Semarang kita kembangkan sebagai kota tua terpadu yang benar-benar luar biasa. Sekitar 82% bangunan tua di sana milik BUMN yang kita renovasi, sehingga menjadi daya tarik yang luar biasa, ada pusat perbelanjaan, hotel, kafe, dan restoran. Daya tarik utama, kata mantan bawahan Chairul Tanjung itu.
Terkait perkembangan destinasi, Artotel Group, salah satu bisnisnya yang bergerak di bidang perhotelan, juga terus memainkan perannya. Chief Executive Officer Artotel, Erastus Radjimin mengatakan, untuk mengembangkan destinasi wisata juga dibutuhkan hotel yang memadai.
Eri, sapaan akrabnya, mencontohkan bagaimana ia membangun hotel Artotel Sanur. Kawasan ini dulu dikenal sebagai kawasan ‘pensiun’. Namun kini, Sanur terus berkembang dan tak kalah populer dengan Canggu.
“Sekitar 8 tahun yang lalu, demografi Sanur adalah 50 tahun ke atas. Pertama kali kami membangunnya, kami agak ceroboh. Banyak orang berkomentar tentang kami, mereka mengatakan kami harus membangun hotel untuk orang tua, bukan untuk anak muda, tetapi kami tidak demikian. Kami membangun Artotel Sanur dengan konsep temporer yang modern, terinspirasi dari hotel-hotel lokal. Saat itu kami kaget karena demografisnya tiba-tiba menjadi mayoritas berusia 30-40 tahun,” ujar Eri.
“Kita bisa melihat transisi Sanur perlahan terjadi. Apa yang dulu sulit bagi para pensiunan sekarang benar-benar terjadi. Jadi Canggu selanjutnya, seperti Uluwatu, akan dimulai dengan banyak beach club, banyak pusat perbelanjaan, retail, dan kami harapkan dari sisi perhotelan di Sanur,” ujarnya.
Kesuksesan pemerintah juga ditanggapi positif oleh sektor perhotelan dengan mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan di Sanur bekerjasama dengan Rumah Sakit Mayo Clinic.
“Luar biasa, ini bukan main-main. Kalau sudah selesai, selain bisa mendatangkan pasien, juga bisa menjadi lokasi konferensi dokter atau perusahaan farmasi yang berbasis di Sanur. Sanur sudah saatnya bangkit kembali,” katanya.
Simak Video “Mengungkap Wajah Baru Mandalika, Sarinah ke TMII”
[Gambas:Video 20detik]
(www www)